Setelah melewatkan hari minggu yang indah dan penuh berkat di London. Keesokan paginya saya mempersiapkan diri untuk berangkat ke Birmingham, kota terbesar kedua di Inggris. Untuk mencapai kota tersebut dibutuhkan waktu sekitar dua jam dengan menaiki Megabus. Untuk membeli tiket busnya disarankan membeli online agar lebih murah tapi jangan lupa mempersiapkan kartu kredit karena pembayaran tiketnya harus pakai kartu kredit. Berhubung saya tidak punya kartu kredit, Melissa, saudara saya, meminjamkannya untuk saya pakai. Dia pun memesankan tiket sekaligus membayar tiketnya dengan kartu kreditnya. Thanks Mels!
Tiket megabus yang sudah dibeli tidak perlu dicetak. Kita bisa menunjukkan langsung email konfirmasi berupa jam keberangkatan bus kepada petugas bus, kalau di Indonesia mungkin namanya kernet.
Berdasarkan email yang saya terima, Megabus yang saya tumpangi akan berangkat sekitar pukul 11 siang. Dasar orang Indonesia, saya pun datang mepet jam 11 ke Victoria Coach Station (terminal dimana megabus berada). Alhasil megabus saya pun pergi meninggalkan saya. Saat itu saya rasanya ingin menangis saja karena tiket megabus yang saya beli itu tidak semurah kita membeli tiket bus antar kota di pulau Jawa, 11 poundsterling. Berhubung saya malu, saya tidak jadi nangis saat itu.
Saya pun meminta tolong teman saya, Ince (yang kosannya saya tumpangi di London), untuk membelikan saya kembali tiket megabus online untuk perjalanan di jam selanjutnya di hari yang sama. Dia pun menyanggupinya. Harga tiket megabusnya mendapatkan potongan harga karena Ince membelinya dengan NUS Card. Apa itu NUS Card? NUS itu kepanjangan dari National Union of Students, jadi NUS Card itu semacam kartu mahasiswa-mahasiswa yang kuliah di luar negeri gitu deh (mudah-mudahan bener). Di Inggris kalau kita mempunyai NUS Card, kita bisa mendapat potongan ketika membeli tiket megabus. Setelah melakukan pemesanan dan pembayaran dengan NUS Card, Ince pun mengirimkan konfirmasi pembelian tiket megabus melalui email saya.
Saya kembali mendapatkan megabus di jam 2.05 siang. Sambil menunggu, saya membeli Whooper di Burger King yang ada di station. Harganya kurang lebih sama dengan yang ada di Indonesia, kalau dirupiahkan sekitar 75 - 100 ribu rupiah plus french fries/onion ring dan juga cola. For your information, di depan counter Burger King tidak banyak disediakan bangku untuk duduk. Hanya beberapa bangku saja karena sudah banyak bangku untuk menunggu yang tersedia di station. Saya menunggu kurang lebih 2 jam di situ.
2 jam berlalu, saya pun menuju gate megabus saya. Orang-orang di sana tertib sekali, tidak berdesak-desakan masuk ke dalam bus. Mereka mengantri dalam satu baris. Ketika tiba giliran tiket saya diperiksa, saya ditanyai perihal NUS Card karena di email konfirmasi tiket tertera saya membeli tiket itu dengan NUS Card. Dasar saya tidak bisa bohong :p, dengan polosnya saya bilang ke petugas bahwa saya tidak punya NUS Card dan teman saya lah yang membelikan tiketnya. Si petugas pun mengoceh dalam bahasa Inggris dengan tempo cepat karena kelakuan saya ini. Saya pun didenda 10 poundsterling supaya tetap bisa menaiki bus itu. Apa gunanya potongan harga NUS Card kalau begitu? *nangis di pojokan*
Setelah diizinkan untuk tetap menaiki bus itu, saya pun menaruh koper di bagasi yang super besar dan bersih. Begitu selesai, saya langsung naik ke dalam bus. Ya namanya megabus, busnya ya pasti super besar, tempat duduknya nyaman, dan yang paling penting ada colokan untuk charge gadget yang saya bawa. Oh satu lagi, ada free wifi di dalam bus jadi saya tidak merasa bosan selama 2 jam perjalanan menuju Birmingham.
Awalnya, saya berencana untuk mengajak ngobrol bule cewek yang duduk di sebelah saya selama perjalanan tetapi melihat dia sepertinya tidak ingin diganggu, ya saya pun sibuk dengan gadget yang saya bawa dan sesekali memejamkan mata untuk beristirahat.
(Saya tidak sempat untuk memotret Victoria Coach Station dan MegaBus yang super besar itu karena yang saya pikirkan saat itu hanyalah Birmingham. Saya agak gugup juga karena harus pergi sendirian ke Birmingham tanpa ditemani seorang pun)
(Saya tidak sempat untuk memotret Victoria Coach Station dan MegaBus yang super besar itu karena yang saya pikirkan saat itu hanyalah Birmingham. Saya agak gugup juga karena harus pergi sendirian ke Birmingham tanpa ditemani seorang pun)
Tak terasa 2 jam saya sudah lewati. Saya pun sampai di kota yang saya impikan beberapa bulan terakhir, BIRMINGHAM!
Saat itu Birmingham menyapa saya lewat hujan. Saya diturunkan di Hill Street dan menghubungi pemilik flat airbnb yang kamarnya saya sewakan. Pemilik airbnb ini couple (entah sudah married atau belum, saya tidak enak mau tanya). Pemilik flat saya yang cewek adalah seorang mahasiswa S3 di University of Birmingham sedangkan pemilik flat yang cowok itu seorang fotografer profesional.
Karena hari itu hujan dan saya tidak tahu rute untuk mencapai flat mereka, saya pun menghubungi, Attilio, pemilik flat, jalan untuk mencapai flatnya. Dia pun menyarankan agar saya naik taksi saja. Sebenarnya jarak dari Hill Street menuju flat yang akan saya tumpangi ini tidak terlalu jauh. Berhubung saya membawa koper, saya memilih naik taksi sesuai dengan apa yang disarankan Attilio.
Flat yang akan saya tumpangi berada di Kings Edward Road. Attilio berpesan untuk bilang ke supir taksinya ke King Edward Road yang tidak jauh dari Goodman Street. Tidak lebih dari 15 menit, si supir taksi bilang kalau kami sudah sampai di Goodman Street yang tidak jauh dari King Edward Road, tempat yang saya tuju. Saya beberapa kali bertanya kepada si supir untuk memastikan kalau saya sudah sampai di King Edward Road. Dia menjawab dengan kesal dan saya pun membayar ongkos taksi ke si supir sebelum dia mengoceh lebih banyak lagi. Ongkos taksi dari Hill Street ke King Edward Road lumayan mahal kalau dihitung ke rupiah, sekitar 95 ribu.
Dok. Pribadi - Di dalam taxi Birmingham |
Setelah turun dari taksi, untungnya si pemilik flat baik hati. Dia menelepon saya. Yang menelepon bukan Attilio tetapi Magda, pasangannya. Attilio sedang berada di luar rumah saat itu. Dalam percakapan telepon, Magda meminta saya untuk mencari gedung dengan cerobong bulat di atasnya. Saya pun celingak celinguk mencari gedung yang dimaksud. Tidak lama ketika saya sedang mencari gedung yang dimaksud, Magda turun ke bawah dan dia menghampiri saya. Dia menyapa saya dan membantu saya membawakan koper saya sedangkan saya membawa jinjingan saya yang lain.
Magda pun menujukkan gedung yang dimaksud dan dia mengajari saya bagaimana cara masuk ke dalam gedung flatnya. Saya hanya mengangguk padahal saat diajari, Saat itu kondisi saya sedang capek dan lepek karena hujan jadi saya tidak begitu memperhatikan saat Magda mengajari saya tentang flatnya.
Setelah masuk pintu gerbang, saya dan Magda masuk melalui satu pintu lagi dan naik lift menuju lantai tiga, ya, flat Magda dan Attilio berada di lantai tiga. Tidak lama kami sampai dan Magda kembali mengajari saya untuk membuka pintu dan jangan lupa untuk menutupnya ketika sampai.
Magda menujukkan kamar tempat saya beristirahat dan menaruh koper dan jinjingan saya di situ. Saya lumayan puas saat itu karena foto yang ditampilkan di airbnb mirip dengan kamar aslinya. Kamarnya kecil tetapi nyaman dan fasilitasnya oke untuk saya.
Dok.Pribadi |
Puas melihat kamar, saya diajari cara menggunakan kamar mandinya. Kamar mandinya juga bersih sekali, wangi dan rapi. Sayangnya toilet di situ berbeda dengan toilet di Jakarta, di sana tidak ada air pancuran dari bawah atau selang untuk membasuh daerah pribadi setelah buang air besar dan kecil. Di sana tisu cukup untuk membasuh.
Dari kamar mandi, Magda mengajak saya ke dapur. Di sana dia menujukkan password untuk membuka gerbang dan wifi yang dia buat dari scrabble letters dan di tempel di pintu kulkas. Dia juga mengizinkan saya untuk memakai semua peralatan dapur dan menggunakan bumbu-bumbu jika diperlukan. Saya juga dapat mencuci baju dengan mesin cuci yang ada di dapur itu.
Di dekat dapur, Magda menunjukkan ruang tamu kecil yang bisa dipakai untuk duduk, santai atau makan. Selama di sana, saya beberapa kali menggunakan ruangan ini.
Selesai flat tour, saya berganti baju. Saya sempat melihat ke luar kamar dan sempat tidak percaya kalau saya sudah berada di Birmingham. Tidak lupa saya menikmati sebuah apel dan air putih yang ditaruh Magda di atas meja rias.
Hari pertama di Birmingham sungguh menyenangkan dan tak terlupakan. Keesokan harinya saya bersiap untuk memulai IATEFL experience pertama saya di Birmingham.
Hello Birmingham! How are you today?