Ngga terasa sudah hari terakhir di bulan Maret. Akhirnya bisa juga saya melewati bulan ini. Maret seolah menjadi bulan dimana saya menghadapi berbagai macam problematika hidup. Mungkin saya tidak akan bisa melewati bulan ini tanpa pertolongan Sang Pencipta. Sungguh. Berulang kali saya menarik nafas yang sangat panjang di bulan Maret. Itulah kebiasaan saya. Saya akan selalu menarik nafas dengan sangat dan membuangnya kembali jika ada sesuatu yang berat menempel di pundak saya. 

Kejadian yang paling memberatkan di bulan Maret ini terjadi di pertengahan bulan. Entah mengapa ada kebenaran yang akhirnya dideklarasikan oleh beberapa orang di bulan ini. Shock. Karena memang sungguh saya tidak sanggup itu menghadapi deklarasi dari kebenaran yang sedang dikumandangkan oleh beberapa orang tersebut. Dalam hati saya agak menyesal karena telah mempercayai mereka. Seharusnya saya tidak mempercayai mereka. Seharusnya saya lebih mempercayai Tuhan saya daripada mereka. Ya, saya memang salah. Mengapa saya harus mempercayai manusia? Tidak seharusnya kan?

Entah mengapa tercetus kalimat seperti itu. Tetapi ya memang, kita tidak boleh mempercayai satu orang pun di dunia ini. Suatu saat tanpa kita duga, mereka akan menyakiti kita dengan hal-hal yang tidak pernah kita bayangkan. Seharusnya, dan memang suatu keharusan bagi kita untuk mempercayai hanya Tuhan saja. Dia tidak akan pernah membohongi kita. Ketika Dia berkata, "Aku akan bersamamu setiap saat". Dia pasti melakukannya. Dia pun sedang melakukannya saat ini. Dia bersama saya saat saya menulis cerita ini, dan juga bersama Anda ketika Anda membaca cerita ini. Dia sungguh menepati janjinya. Dia sungguh tak pernah menyakiti kita dan meninggalkan kita sedetik pun. 

Saya bersyukur mendapat pelajaran yang sangat berharga di bulan Maret ini. Diingatkan kembali untuk mempercayai-Nya. Dia membuat hati saya sakit supaya saya tahu bahwa Dia selalu ada bersama saya dan sanggup menyembuhkan luka hati saya. Dia menegur saya melalui beberapa orang itu....

*Lesson Learned in March: 

I'm back! Setelah beberapa minggu ngga sempat update blog ini karena keterbatasan waktu dan pulsa modem. Selain itu beberapa minggu kemarin perhatian saya juga diambil alih oleh sebuah drama Korea. Well saya bukan penggila Korea dan teman-temannya, saya hanya suka dengan beberapa drama Korea. Perlu digarisbawahi, beberapa bukan semua. Drama Korea yang bikin hari-hari saya habis di depan TV adalah ini nih...

Yap! CITY HUNTER! Lagi tayang tuh di Indosiar tapi sudah nonton sampai episode terakhir loh. This film is really awesome! Beda banget sama drama Indonesia. Bukannya mau menghina drama Indonesia, ya tapi kenyataannya begitu. Acting dan alur ceritanya biasa. Masih angkat jempol deh sama drama Korea ini. Mau tau kenapa saya suka banget sama drama ini? 1. Karena alur ceritanya bagus, ngga muter-muter ya dengan sedikit sentuhan flashback di dalamnya. 2. Karena aktornya ganteng esp Lee Min Ho. Acting dan tampangnya keren banget di sini. What a handsome man! Ngga bisa berkata-kata deh saya kalau melihat dia di drama ini. 3. Banyak pesan moral yang saya dapat dari drama Korea ini. Drama Korea ini memang ngga lepas dari romansa cinta. Ngga hanya romansa itu saja yang bisa kita nikmati di drama Korea ini. Ada juga pesan yang sangat berharga yang gue dapat saat nonton episode demi episode. 4. Unpredictable ending. Dari awal saya nonton drama ini, saya sangat berharap, ending yang lazim ada di drama Korea lainnya: Happily ever after. Hidup bahagia selamanya. Tapi ternyata ngga terjadi. Drama itu ternyata ngga harus berakhir seperti yang saya bilang. Sama seperti hidup kita, kita mungkin merasa bahagia selama hidup di dunia tetapi pada kenyataannya kita harus mengalami sesuatu yang dinamakan "kematian". Sesuatu yang sangat menyedihkan untuk orang di sekitar kita. Berpisah dengan orang yang selama ini dekat dengan kita. That's life. 

Buat yang belum nonton drama ini, buruan deh nonton. Di Indosiar ada, beli DVDnya juga bisa. Kalau nonton DVDnya, ya mungkin akan menghabiskan beberapa hari untuk menikmati drama Korea ini. Maklum ada 20 episode. Kalau boleh kasih saran, mending nonton pas weekend. Kalau ngga sempat nonton, bisa lihat sinopsisnya disini nih.

Terakhir nih, pesan moral atau biasa disebut juga amanat dari drama Korea ini yang akhirnya saya dapat setelah saya nonton dari episode pertama. Sebenarnya banyak sih pesan yang saya dapat, tapi yang satu ini nempel banget di hati saya...

Baru sempet lagi nulis tentang pengalaman pas di Medan kemarin. Maklum ya teman, ada saja kerjaan yang datang. *Sok sibuk*

Kembali ke topik. Saya mau bercerita pengalaman rohani yang saya dapatkan selama saya jalan-jalan di Medan tahun kemarin. Ini adalah tulisan kedua saya tentang perjalanan saya ke Medan. Buat teman-teman yang belum baca tulisan pertama saya, silahkan dibaca dahulu.

Nah, seperti yang saya bilang di atas, saya akan bercerita pengalaman rohani saya selama saya berada di kota gudangnya durian dan orang-orang Batak. Medan membuat saya banyak belajar tentang keluarga. Bagaimana kita harus menjalin komunikasi dan hubungan yang baik dengan keluarga kita. Kebanyakan anak muda sekarang agak sulit menjalin komunikasi dengan orang tua mereka. Itu yang saya lihat di salah satu keluarga saya. Orang tua tidak mau mengerti kemauan sang anak, sedangkan sang anak lelah untuk mencoba memahami apa yang orang tua mau. Akhirnya terciptalah komunikasi yang putus-putus. Ibarat sinyal putus-putus yang membuat kesal si penelepon dan si penerima telepon. Pesan yang ingin disampaikan oleh keduanya menjadi tidak jelas. Gara-gara sinyal yang putus-putus inilah, sang anak (si penerima telepon) berprasangka yang tidak baik kepada orang tua (sang penelepon). Orang tua saya mungkin marah karena pendapat yang saya utarakan tidak sejalan dengan mereka. Mungkin seperti itulah pikiran si anak. Padahal dalam kenyataannya ngga semua orang tua tidak mau menerima pendapat dan kemauan anak mereka. Mungkin ada juga sebagian orang tua yang selalu menolak pendapat dan kemauan si anak, tapi semua itu sebenarnya di lakukan semata-mata untuk masa depan anak tersebut. So, how to solve this problem? Simple answer: orang tua dan anak harus terbuka satu sama lain. Keterbukaan adalah provider yang paling pas untuk dapetin sinyal yang ga putus-putus. Selain itu, orang tua juga harus lebih dekat dengan Tuhan, sehingga orang tua tahu bagaimana harus menjalin komunikasi yang baik dengan anak.

Agak sedih juga melihat anak yang jarang banget berkomunikasi atau ngobrol sama orang tuanya, terutama ngobrol sama papanya. Entah mengapa kalau melihat anak yang seperti itu, rasanya pengen nangis dan kesel. Andai saja mereka tahu rasanya kehilangan orang tua, especially papa. Andai saja mereka tahu rasanya ngga punya papa. Gue mengatakan ini karena gue sudah mengalaminya. Saya sedih saat kehilangan papa saya. Saya kehilangan satu orang yang biasa saya ajak ngobrol tentang masa depan saya dan hal-hal lainnya. Saya berharap bisa mempunyai waktu yang lebih lama untuk hidup bersamanya. Sayangnya banyak anak yang sudah Tuhan kasih cukup banyak waktu untuk bersama orang tuanya, tapi  mereka malah menyia-nyiakan waktu itu.

Saya juga berharap teman-teman yang baca blog ini bisa belajar sesuatu dari apa yang sudah saya share di atas. Kalau saat ini kalian mengalami komunikasi yang kurang baik dengan orang tua kalian baik itu papa atau pun mama kalian, segeralah dekati mereka. Utarakan kemauan kalian. Jangan disimpan terlalu lama karena kita ngga pernah tahu kapan orang tua kita akan dipanggil Tuhan. Jangan sampai penyesalan datang menyerbu hati kalian.